JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima mengusulkan sejauh mana peluang kemungkinan gudang-gudang perdagangan yang dibangun oleh negara untuk dibentuk dalam satu Sistem Resi Gudang. Dengan tujuan, melalui Sistem Resi Gudang tersebut kedepannya akan dapat dipergunakan sebagai acuan penghitungan suplai dari berbagai komoditas pertanian, sehingga kemudian akan muncul demand sekaligus dapat berfungsi sebagai muara pembentukan harga.
Demikian disampaikan Politisi Fraksi PDI-Perjuangan tersebut saat memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum Panitia Kerja (Panja) Komoditas Komisi VI DPR RI dengan Prof. Dr. Bustanul Arifin terkait mendapatkan masukan agar Indonesia dapat memiliki Indeks Komoditas Nasional dan Sistem Perdagangan yang Efisien dan Transparan yang digelar di Ruang Rapat Komisi VI, Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (20/06/2022).
“Sebagai contoh, petani jagung, kedelai dan padi saat panen bingung darimana harus dapat demand. Bahkan, dari sisi demand tidak ada semacam terminal bahan baku untuk para petani sehingga buyer user mengalami delay pengiriman. Maka, saya berpikir bagaimana kalau gudang-gudang itu menjadi gudang-gudang yang lebih produktif dengan Sistem Resi Gudang dan setiap gudang atau gudang BUMN itu dijadikan semacam Sistem Resi Gudang ?" ujar Aria.
Apa itu Resi Gudang : paska panen, petani menyimpan hasil pertaniannya di gudang dengan ditukar oleh Nota simpanannya (resi gudang). Pada waktu bersamaan saat petani butuh uang, pihak gudang memberikan pinjaman.Pemerintah melalui Resi Gudang memberikan harga tertinggi di atas para tengkulak yang perhitungan administrasinya dilakukan paska panen saat harga tertinggi.
Kemudian, dari isi gudang-gudang itulah nantinya ada sistem perdagangan elektronik yang akan memperlihatkan secara jelas antara buyer dan user sehingga nantinya akan menguatkan sistem perdagangan alternatif atau strategi pengembangan pasar komoditas lainnya.
Aria menegaskan, Komisi VI DPR RI mendorong sudah waktunya para petani atau para petani perkebunan milenial yang mulai aktif saat ini ada harapan bahwa pada saat musim tanam itu buyer dan user-nya sudah tersedia.
“Sistem seperti inilah yang sekarang tidak ada, sehingga sekarang saat ini terjadi kartelisasi (Tengkulak) yang langsung masuk ke petani dengan memainkan harga semau-maunya yang ujungnya para petani tidak berdaya.
Hal-hal semacam inilah yang melatarbelakangi Panja menerima berbagai masukan dari berbagai pakar seperti Pak Bustanul Arifin. Jika memang masih ada hal-hal yang kurang dari peraturannya maka kita akan merekomendasikan bahwa perlu ada lebih keseriusan di dalam implementasinya termasuk skema sistem perdagangan yang akan kita buat lebih transparan akuntabel kedepannya ini bisa terlaksana, ” pungkas Aria. (***)